Boominfo.id Jakarta—- Kasus dugaan korupsi yang melibatkan eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) kini memasuki babak baru.
Teranyar, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku sudah menyerahkan foto-foto beberapa istri pejabat yang berangkat haji furoda dan diduga menerima fasilitas negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
“Saya tambahkan yang istri-istri pejabat, foto-fotonya saya sudah serahkan, yang berangkat dengan haji furoda tapi di sananya menerima fasilitas negara, hotel dan makan. Itu kan harusnya enggak boleh,” ungkap Boyamin dikutip dari Sindonews.com Ahad (14/9/2025).
Boyamin mengungkapkan, ada juga tukang pijat hingga pembantu rumah tangga para pejabat yang dimaksud turut berangkat haji menggunakan sistem petugas haji.
Menurutnya, hal itu menyalahi aturan lantaran petugas haji terdapat ujian hingga bertugas melayani jemaah haji. Tapi karena ini hanya pembantu dan tukang pijet, dia melayani majikannya saja, tidak melayani jemaah. Tadi saya serahkan lebih lengkap, berupa foto-foto,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Boyamin mendatangi Gedung Merah Putih KPK, pada Jumat (12/9/2025). Kedatangannya ini guna memberikan dokumen ke KPK terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.
“Saya datang ke KPK menambah data yang terkait dengan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji, yaitu surat tugas nomor 956 tahun 2024 yang dibuat 29 April 2024 oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Pak Faisal, ini tanda tangan dengan barcode,” kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (12/9/2025).
Dalam surat tersebut menurut Boyamin, eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) bersama beberapa orang lainnya ditugaskan melaksanakan pemantauan ibadah haji 2024. Hal itu kata dia, menjadi dobel tugas untuk Yaqut karena sudah menjadi amirul hajj. Tugas pemantauan tersebut menurut Boyamin, berbenturan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Jadi Menteri Agama dan Staf Khusus nggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri Agama itu sudah jadi amirul haj, sudah dibiaya negara untuk akomodasi dan uang harian,” ujarnya.
Boyamin melanjutkan, dari tugas tersebut Yaqut diduga menerima uang tambahan sebesar Rp7 juta per hari. “Nah diduga juga diberikan juga ini uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta, ya kali 15 hari ya berapa itu,” ucapnya.
Ia menambahkan, permasalahan tersebut bukan sekadar terkait penerimaan Yaqut yang dimaksud. Tapi, adanya pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 2019.